Surakarta, 27 Oktober 2024 – Dalam dunia pendidikan saat ini, pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi kebutuhan yang mendesak. Pendidikan karakter tidak diajarkan dalam satu mata pelajaran khusus, melainkan melalui pembiasaan-pembiasaan positif yang membantu siswa menjadi individu yang sopan dan santun, khususnya dalam keterampilan berinteraksi sosial. Akhir-akhir ini kita dihebohkan berita di semua media sosial bagaimana tingkah laku seorang anak pelajar ketika ditanya gurunya.
Saat saya menjadi salah satu Guru Penggerak Angkatan 7 mempunyai suatu program praktik baik , di mana ide ini muncul karena keresahan saya terhadap perilaku anak-anak sekarang . Pada zaman dahulu dalam masyarakat Jawa, para orang tua sangat ketat memantau anak-anaknya dalam menerapkan unggah ungguh Bahasa Jawa.Seiring berjalannya waktu pemakaian Bahasa Jawa tergusur oleh bahasa Indonesia atau bahkan Bahasa Inggris. Bahasa dan budaya merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan. Dalam bahasa tercermin bobot budaya penuturnya, termasuk nilai moral dan etikanya.
Hal tersebut sangat disadari oleh masyarakat Jawa, seperti terungkap dalam paribasan “ajining diri dumunung ana ing lathi”, bahwa nilai seseorang terletak pada perkataannya.Berbicara dengan bahasa yang sopan, suara yang halus, serta dengan unggah ungguh yang tepat akan menyenangkan hati orang yang mendengar.Orang akan dihargai oleh orang lain bukan dari kekayaan, kedudukan atau jabatannya, tetapi karena kesantunan bahasa (unggah ungguh basa) yang dipergunakannya.
Potensi tantangan , siswa banyak yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu , sehingga Bahasa Jawa benar-benar minim kosakatanya .
Strategi yang diterapkan untuk mengatasi tantangan adalah dengan melakukan koordinasi dengan orang tua untuk membiasakan penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi di rumah. Hasil dari aksi yang dilakukan adalah kosakata bahasa Jawa krama siswa mulai bertambah, anak terbiasa menyapa guru dengan bahasa Jawa krama inggil . Dampak dari aksi yang dilakukan tampak pada perilaku anak yang semakin sopan dan santun dalam hal bertutur kata menggunakan bahasa Jawa krama inggil terutama dengan orang yang lebih tua dalam hal ini kepala sekolah, guru dan orang tua dari siswa.
Tindak lanjut yang dilakukan berdasarkan praktik baik adalah membentuk komunitas praktisi di lingkungan sekolah untuk bergerak melakukan perubahan dalam dunia pendidikan . Zona nyaman harus kita tinggalkan dan semua harus berkolaborasi untuk pendidikan di Indonesia maju. Pembelajaran yang berpusat pada guru harus diubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Di mana keberadaan choice, voice , dan ownership harus kita kedepankan. Mengembangkan karakter lingkungan yang positif bagi siswa yaitu menyediakan kesempatan untuk siswa menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif, menguatkan ketrampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana , di mana murid akan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial postif yang berbasis pada nilai kebajikan yang dibangun sekolah. (Restno/Hananfajri/edutalent)